Bung Tomo dari Tiang Bendera II
- Octaviani Sari Dewi
- Dec 9, 2015
- 3 min read


Bagi masyarakat umum, menjadi seorang “pengamen” adalah sesuatu yang memalukan. Namun tidak bagi Idris, mengamen adalah hal yang menyenangkan. Bukan sembarang mengamen yang dimaksud, melainkan mengamen dengan kreatifitas. Pria asal Bogor ini menggunakan kreatifitas untuk bekerja di Jakarta. Cara unik mengamennya itu adalah menjadi sosok patung. Berdiri di pelataran Museum Fatahillah dari siang hingga menjelang malam sudah menjadi makanannya sehari –hari.

“Saya punya cara tersendiri untuk menghilangkan rasa panas di telapak kaki saya saat mulai bekerja. Saya biasanya meditasi untuk menghilangkan rasa panas itu. Kebetulan saya mendapat ilmu itu saat masih bekerja di sebuah klinik herbal”, ujar Idris siang itu.
Sebelum menjadi seorang manusia batu Idris memang bekerja di salah satu klinik alternatif. Tujuh tahun ia bekerja disana hingga akhirnya harus berhenti karena klinik herbal yang tutup praktik. Setelah ia berhenti dari pekerjaannya itu ia menganggur selama 2 bulan. Tidak adanya pemasukan yang masuk selama itu sampai akhirnya ia terjun menjadi seorang manusia batu.
Menjalani hari-hari dengan kesabaran, keseriusan, dan ikhlas maka hasil yang didapatkan cukup lumayan. Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan serius, sabar, dan profesional itu menghasilkan, kok. Demikian ungkap Idris tentang hidup menjadi manusia batu.

Ide uniknya untuk menjadi manusia batu akhirnya menjadi berkah tersendiri. Dari manusia batu ia dapat menghidupi keluarganya. Tidak hanya anak dan istrinya tetapi juga menyekolahkan kedua adiknya. Hal ini yang sangat membuatnya bangga menjadi seorang manusia batu.
Adit, anak dari Idris juga sangat mendukung pekerjaan Ayahnya sebagai manusia batu. Menurutnya pekerjaan apa pun yang dikerjakan Ayahnya selama itu halal ia akan dengan senang hati mendukungnya. Berkat kerja keras Ayahnya pula saat ini Adit berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta.
“Anak saya, sekarang sudah semester 3 di Mercu Buana. Awalnya saya mau dia ambil jurusan broadcasting tetapi dia lebih pilih manajemen bisnis. Kalau sudah begitu ya ngikutin apa kata anak aja takutnya kalau dipaksa nanti malah jadi gak bener”, cerita Idris.

Sebelum menjadi manusia batu, pekerjaannya juga tidak disetujui oleh istri. Istrinya beranggapan pekerjaan tersebut tidak menghasilkan. Namun, dengan tekun Idris membuktikan kepada istrinya bahwa hal itu adalah salah. Justru saat ini istrinya sangat mendukung dan ikut pula membantunya mempersiapkan kostum-kostum yang sekiranya akan digunakan.
Saat ini Idris tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jalan Tiang Bendera II. Di kontrakannya ia memiliki ruangan tersendiri untuk menyimpan kostumnya. Berbagai kostum sudah dibuat dan dipergunakan di acara-acara besar. Dan yang menjadi ciri khasnya adalah karakter Bung Tomo. Karakter itu sudah melekat dengannya.

Jujur, saat Idris menggunakan kostum serta make up ala Bung Tomo ia memang sangat mirip. Pandangan kagum saat melihatnya berdiri tegak dengan pose khas Bung Tomo pun mengundang senyum yang tak henti-hentinya. Ciri khas dari Bung Tomo dari Tiang Bendera II ini adalah senyum lebarnya dan sikap ramahnya ke setiap wisatawan.
Pengalaman Idris menjadi seorang manusia batu Bung Tomo memanglah tak perlu dipertanyakan lagi. Pahit manis kehidupan sudah pernah beliau rasakan. Hampir menjadi buta pun ia pernah. Kebiasaan mengecat badan menggunakan cat tembok hampir membahayakan dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia menemukan cara aman untuk mewarnai dirinya.

Rasa cinta memang mengalahkan segalanya. Kecintaan Idris dengan pekerjaannya membawanya memiliki cita-cita untuk menjadi wakil asia tenggara pertama dalam kejuaraan manusia batu dunia di Belanda. Tidak muluk impiannya, meski tanpa sponsor ia akan berusaha tetap tampil di kejuaraan itu tahun depan karena “tiket” sudah didapatnya.
Idris menceritakan hidupnya dengan bahagia seolah tidak ada beban di dalamnya.
“Ketika saya ingin naik keatas, saya melalui anak tangga dari bawah, saya berjalan tertatih-tatih, melangkah setapak demi setapak, saya jalani dengan fokus, saya jalani dengan keseriusan dan kesabaran. Saya tidak tahu saat ini sudah di atas atau masih di tengah, tapi saya tetap akan fokus untuk ke puncak tertinggi di tangga tersebut. Puncak tertingginya adalah Kematian”, ujar Idris dengan lantang.
Bung Tomo dari Tiang Bendera II ini memang mengajarkan kita akan arti hidup yang sesungguhnya. Fokus dan terus bekerja dengan ikhlas serta kecintaan tidak akan pernah berakhir dengan buruk. Justru dari itu semua akan ada berkah yang tak kian berhenti.
Well, sahabat Kombi Pak Idris adalah salah satu dari banyak orang yang sukses di jalannya sendiri. Berkat rasa cintanya dengan pekerjaannya ia dapat menjadi sosok panutan.